Gangguan hiperaktif sudah dikenal di dunia medis sejak tahun 1900. Dalam perkembangan selanjutnya muncul istilah ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Tiga gejala utama yang nampak pada perilaku anak yang memiliki gangguan hiperaktif adalah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Inatensi adalah kurangnya pemusatan perhatian, anak sulit memberikan perhatian yang utuh terhadap suatu hal, konsentrasi terhadap suatu hal tersebut sulit untuk dipertahankan sehingga anak mudah sekali beralih perhatian dari suatu hal ke hal yang lain. Hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam, duduk dengan tenang merupakan hal yang sulit dilakukannya, ia akan berjalan kesana kemari, berlari-lari, dan juga banyak bicara dan menimbulkan suara yang berisik. Sedangkan impulsif dapat dilihat dari kesulitan anak untuk menunda respon. Ada dorongan untuk melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak terkendaki, ia mengeluarkan apa saja yang ingin dikatakannya tanpa peduli lawan bicaranya mengerti atau tidak apa yang dikatakannya, contoh nyata dari perilaku impulsif adalah anak tidak sabar menunggu orang lain menyelesaikan pembicaraannya.
Masalah-masalah yang dialami anak hiperaktif mencakup beberapa hal seperti : anak tidak mampu mengikuti pelajaran dengan baik karena daya konsentrasi anak yang mudah terganggu menyebabkan anak tidak dapat menyerap materi pelajaran secara keseluruhan, banyak dijumpai anak yang hiperaktif banyak mengalami kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan matematika; selain itu anak hiperaktif biasanya mudah cemas, kecil hati, dan mengalami gangguan psikosomatis seperti sakit kepala dan sakit perut karena apabila ia mengalami kekecewaan ia akan mudah emosional; anak mudah marah apbila keinginannya tidak dituruti; anak dipandang nakal sehingga orangtua sering memperlakukan anak secara kurang hangat, banyak mengontrol anak, mengkritik, penuh pengawasan, dan sering menghukum, reaksi anak menolak dan berontak sehingga menimbulkan ketegangan antara orangtua dan anak; anak hiperaktif biasanya banyak berbicara tetapi sesungguhnya kurang efisien dalam berkomunikasi, gangguan dalam inatensi membuatnya sulit berkomunikasi yang timbal balik; anak hiperaktif memiliki tingkat kesehatan yang tidak sebaik anak lainnya, gangguan yang sering dijumpai seperti asma, alergi, dan infeksi tenggorokan.
Faktor-faktor penyebab hiperaktif pada anak seperti faktor neurologik yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distress fetal, dan sebagainya. Selain itu dikarenakan faktor toksik yaitu beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memiliki potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Selanjutnya faktor psikososial dan lingkungan yaitu pada anak hiperaktif sering ditemukan hubungan yang keliru antara orangtua dengan anaknya. Dan yang terakhir adalah faktor genetik.
Untuk mengatasi anak yang mengalami gangguan hiperaktif dapat dilakukan hal-hal seperti memahami sikap dan perilaku anak, serta apa yang dibutuhkannya baik secara psikologis, kognitif, maupun fisiologis, sehingga anak akan merasa bahwa orangtuanya dapat mengerti keinginannya dan perasaanya, dengan demikian kemungkinan anak untuk tumbuh seperti anak-anak normal lainnya akan meningkat; latihlah kefokusannya, perlakukan anak dengan hangat dan sabar tapi konsisten dan tegas dalam menerapkan norma dan tugas; selajutnya bangkitkanlah kepercayaan dirinya, misalnya dengan memberikan pujian apabila anak berhasil melakukan seseuatu dengan benar; lalu kenalilah arah minatnya, bila anak bergerak terus jangan panik, berilah ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak untuk menyalurkan kelebihan energinya seperti mengikutkan anak pada klub sepakbola agar anak belajar bergaul dan disiplin; selanjutnya mintalah ia bicara, anak hiperaktif cenderung sulit berkomunikasi dan bersosialisasi, oleh karena itu bantulah anak dalam bersosialisasi agar ia mempelajari nilai-nilai apa saja yang dapat diterima oleh kelompoknya, misalnya dengan melakukan aktivitas bersama; selanjutnya perhatikan asupan makanan yang masuk ke dalam tubuhnya, berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan dalam The Lancet, Pediatrics, dan Journal of Pediatrics, zat penambah rasa serta pewarna dan pemanis buatan dalam makanan bisa mendorong nervous system menjadi terlampau aktif. Oleh karena itu, sebaiknya jauhkan anak dari makanan instan atau frozen food yang banyak mengandung senyawa tersebut, sebaliknya beberapa jenis makanan yang mengandung kalsium dan magnesium, seperti sayur-sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian dapat membuat anak menjadi lebih tenang.