Sabtu, 10 Oktober 2009

KESEHATAN MENTAL>> TEORI KEPRIBADIAN SEHAT

Teori Kepribadian Sehat

Perbedaan antara aliran psikoanalisa, behavioristik, dan humanistik :

1. Aliran Psikoanalisa

Teori kepribadian dengan pendekatan psikodinamika sangat dipengaruhi oleh Sigmund Freud (1856-1939), Bapak Psikoanalisa yang sangat terkenal. Aliran ini melihat dari sisi negative individu, masa lalu, analisis mimpi (jalan istimewa menuju ketidaksadaran), dan juga alam bawah sadar, yang tersusun dari 3 sistem pokok yaitu : id, ego, dan superego.

· Id

Id merupakan system kepribadian yang asli dan merupakan sumber energi utama bagi hidup manusia. Id merupakan rahim tempat ego dan superego berkembang. Freud menyebut id “kenyataan psikis yang sebenarnya”, karena id mempresentasikan dunia batin pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif. Id terdiri dari dorongan-dorongan biologis dasar seperti kebutuhan makan, minum, seks, dan agresifitas.

Dalam Id terdapat dua jenis energi yang saling bertentangan dan sangat mempengaruhi kehidupan individu, yaitu insting kehidupan dan insting mati. Dorongan-dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan, dan dalam pemuasannya Id selalu berupaya menghindari pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan (prinsip kesenangan atau Pleasure Principle).

· Ego

Ego merupakan energi yang mendorong untuk mengikuti prinsip kenyataan. Ego menjalankan fungsi pengendalian agar upaya pemuasan dorongan Id itu realistis atau sesuai dengan kenyataan. Misalnya orang yang lapar harus mencari, menemukan, dan memakan makanan sampai tegangan karena merasa lapar dapat dihilangkan.

· Superego

Sistem kepribadian ketiga dan yang terakhir dikembangkan adalah superego. Superego adalah gambaran kesadaran akan nilai-nilai dan moral masyarakat yang ditanamkan oleh adapt istiadat, agama, orangtua, guru, dan orang lain kepada anak. Karena itu pada dasrnya superego adalah hati nurani seseorang yang menilai benar atau salahnya tindakan seseorang. Itu berarti superego mewakili nilai-nilai ideal dan selalu berorientasi pada kesempurnaan.

Freud juga membagi aktivitas mental individu dalam beberapa tingkatan berdasarkan sejauh mana individu menyadari gejala-gejala psikis yang timbul, yaitu :

1). Tingkat sadar atau kesadaran (conscious level)

Pada tingkat ini aktivitas mental dapat disadari setiap saat seperti berpikir, persepsi, dan lain-lain.

2). Tingkat prasadar (preconscious level)

Pada tingkat ini aktivitas mental dan gejala-gejala psikis yang timbul bias disadari hanya apabila individu memperhatikannya, misalnya memori, pengetahuan-pengetahuan yang telah dipelajari, dan lain-lain.

3). Tingkat tidak disadari (unconscious level)

Pada tingkat ini aktivitas mental dan gejala-gejala psikis tidak disadari oleh individu. Gejala-gejala ini muncul misalnya dalam dorongan-dorongan immoral, pengalaman-pengalaman yang memalukan, harapan-harapan yang irasional, dorongan-dorongan seksual yang tidak sesuai dengan norma masyarakat, dan lain-lain.

Tingkat tidak disadari inilah yang merupakan objek studi psikoanalisa. Dikatakan Freud pada tahun 1942 : “tujuan utama psikoanalisa sebenarnya tidak lebih dari mencapai dan dapat mengungkap kehidupan mental yang tidak disadari”. Teori Freud sendiri kemudian banyak mengalami perkembangan baik oleh dirinya sendiri maupun oleh para pengikutnya seperti : Alfred Adler, Karen Horney, Erick Fromm, dan lain-lain.

Perubahan penting yang dilakukannya sendiri adalh konsep libido. Awlanya libido dianggap berasal dari dorongan seksual semata, tetapi akhirnya Freud berpendapat bahwa libido merupakn dorongan kehidupan yang jauh lebih luas daripada dorongan seksual semata. Karen Horney dan Erick Fromm menekankan pentingnya pengaruh lingkungan social terhadap perkembangan kepribadian individu.

Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut aliran psikoanalisa manusia bersifat terbatas, yaitu mengabaikan potensi-potensi yang dimiliki manusia. Manusia dilihat dari sisi sakit, yaitu bahwa kodrat manusia bersifat negative (neurotics dan psikotis), dan juga kodrat manusia digambarkan pesimistis, yaitu manusia adalah korban dari tekanan-tekanan biologis dan juga konflik-konflik pada masa kanak-kanak.

2. Aliran Behavioristik

Teori kepribadian behaviristik bertolak dari dan menekankan pengaruh lingkungan atau keadaan situasional terhadap perilaku. Tokoh-tokohnya adalah Rotter, Dollard, Miller, dan Bandura. Para ahli tarsebut berpendapat bahwa perilaku merupakan hasil interaksi yang terus menerus antara variable-variabel pribadi dengan lingkungan. Dengan demikian individu dan situasi saling mempengaruhi.

Teori belajar yang dianut oleh Dollard dan Miller menekankan pada konsep kebiasaan. Kebiasaan adalah pertautan atau asosiasi antara suatu stimulus (isyarat) dan suatu respons. Asosiasi-asosiasi atau kebiasaan-kebiasaan yang dipelajari tidah hanya terbentik dari stimulus-stimulus eksternal dan respon-respon terbuka, tetapi juga antara stimulus-stimulus dan respon-respon internal.

Jadi pola perilaku dibentuk berdasarkan suatu proses kondisioning. Orang-orang disekitar individu membentuk perilakunya dengan ganjaran dan hukuman. Disini terjadi pembentukan pola perilaku dan penguatan melalui pengalaman langsung, tetapi perilaku juga dapat terbentuk melalui pengalaman tidak langsung yaitu melalui pengalamn terhadap perilaku orang lain disekitarnya (modeling).

Para teoritisi behavioristik beranggapan bahwa perilaku seseorang itu ditentukan oleh cirri khusus dari situasi yang dihadapi, misalnya situasinya di kelas atau di lapangan bola, penafsiran individu terhadap situasi tersebut (pantas atau tidak melakukan agresi), penguatan yang dialami pada tingkah lakunya dalam situasi serupa (dihukum atau dipuji).

Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut aliran behavioristik manusia adalah suatu system kompleks yang bertingkah laku dengan cara yang sesuai dengan hukum. Ciri-cirinya tersusun dengan baik, teratur, banyak spontanitas, kegembiraan hidup dan juga kreativitas. Manusia dianggap terbiasa dalam memberikan respons positif terhadap stimulus dari luar sehingga manusia diangggap tidak memiliki sikap diri sendiri karena potensi yang dimiliki manusia diabaikan.

3. Aliran Humanistik

Aliran humanistik memberi tekanan pada kualitas-kualitas yang membedakan menusia dengan binatang, yaitu kebebasan untuk memilih (freedom for choice) dan kemampuan untuk mengarahkan pekembangannya sendiri (self-direction). Banyak ahli menyebut teori tersebut sebagai “self-theorities” karena teori-teori tersebut membahas pengalaman-pengalaman batin, pribadi, yang berpengaruh terhadap proses pendewasaan diri seseorang, dan pertumbuhan itu diarahkan pada aktualisasi diri. Tokoh-tokoh utama pendekatan ini adalah Carl Rogers dan Abraham Maslow.

Pada tahun 1962 didirikan Association of Humanistic Psychology, asosiasi ini dalam misinya mempunyai 4 (empat) prinsip, yakni :

1). Memusatkan perhatian pada subjek yang mengalami

2). Pilihan, kreativitas, dan aktualisasi diri manusia adalah topic-topik yang menjadi focus penelitiannya.

3). Kepenuhartian harus mendahului objektivitas dalam memilih masalah penelitian

4). Nilai tertinggi terletak pada martabat manusia

a. Carl Rogers (1902-1987)

Teori Carl Rogers berkembang dari pendekatannya terhadap psikoterapi dan perubahan perilaku yang berpusat pada klien. Dalam praktiknya Rogers terkesan dengan adanya kecenderungan bawaan pada individu yang bergerak kearah pertumbuhan, maturitas, dan perubahan positif. Maka ia yakin bahwa kekuatan dasar yang memotivasi manusia adalah kecenderungan untuk beraktualisasi, suatu kecenderungan kearah pemenuhan atau aktualisasi semua potensi atau kapasitas organisme. Rogers tidak menolak adanya kebutuhan lain seperti kebutuhan biologis, tetapi semua kebutuhan itu terarah pada motivasi untuk mengaktualisasikan dirinya.

Diri dan Konsep diri penting dalam teorinya. Diri itu mencakup semua ide, persepsi, dan nilai-nilai yang mengkarakterisasi “saya” atau “aku” dan ini mencakup “siapa saya” dan “apa yang dapat saya lakukan”. Selanjutnya diri dan konsep diri ini mempengaruhi persepsi seseorang tentang dunia dan perilakunya.

b. Abraham Maslow (1908-1970)

Teori motivasi Abraham Maslow didasarkan pada hierarki kebutuhan yang meningkat dari kebutuhan biologis sampai dengan puncaknya adalah kebutuhan aktualisasi diri yang hanya dapat dipenuhi setelah semua kebutuhan dibawahnya telah dipenuhi.

Maslow meneliti self-actualizer pria dan wanita yang telah memanfaatkan potensinya secara luar biasa. Secara khusus dia mempelejari kehidupan tokoh-tokoh histories yang menonjol seperti Spinoza, Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, Jane Adam, Albert Einstein, dan Eleanor Rosevelt. Dengan cara ini ia mampu menyimpulkan mengenai gambaran perilaku yang diyakininya dapat menghasilkan aktualisasi diri.

Jadi dapat disimpulkan bahwa aliran humanistic menganggap setiap orang memiliki kemampuan untuk menjadi lebih baik, optimis, dan memiliki harapan menjadi lebih baik dengan mengaktualisasikan dirinya. Melihat potensi untuk tumbuh menjadi lebih baik, optimis, percaya pada kapasitas individu untuk mengembangkan diri sesuai dengan yang diinginkan menurut kemampuannya. Tiadak mengabaikan kodrat individu secara kodrat biologis dan cirri lingkungan (bahavioristik), individu pasti dapat mengatasi konflik pada masa lampau (psikoanalisa), dan mengembangkan potensi-potensi melampaui kekuatan-kekuatan negative yang menghambat (humanistic). Dan tidak hanya terbebas dari penyakit emosional saja individu dapat dikatakan sebagai pribadi yang sehat, tetapi diperlukan pengembangan yang lebih jauh lagi.

Kritikan Humanistik terhadap Psikoanalisa dan Behavioristik

1) Terhadap Psikoanalisa

Manusia hanya dipandang dari sisi yang negatifnya saja, sehingga potensi-potensi yang sebenarnya dimiliki oleh manusia diabaikan. Sisi sakit emosional manusia (neurotics dan psikotis) dianggap sebagai kodrat manusia yang pesimistis, sehingga manusia dianggap korban dari tekanan-tekanan biologis dan juga konflik pada masa kanak-kanak.

2) Terhadap Behavioristik

Manusia diperlakukan layaknya separti mesin yang tingkah lakunya tersusun baik, teratur, dan sudah ditentukan sebelumnya sehingga potensi-potensi yang dimiliki manusia diabaikan. Manusialah yang diangggap memberikan respons positif terhadap stimulus dari luar, sehingga manusia tidak mempunyai sikap diri sendiri. Karena behavioristik terlalu menekankan pengaruh lingkungan atau kondisi-kondisi situasional dari perilaku maka kepribadian sudah kehilangan pribadi (person)nya.

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, A.M. Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta : Gunadarama

Suryabrata, S. (2003). Psikologi Kepribadian. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Hall, Calvin S and Lindzey, G. (1993). Teori-teori Psikodonamik (klinis). Yustinus. Yogyakarta : KANISUS

Hall, Calvin S and Lindzey, G. (1993). Teori-teori Sifat dan Behavioristik. Yustinus. Yogyakarta : KANISUS

Tidak ada komentar: