PSIKOANALISA FREUD DAN ERIKSON
Psikodinamik
Berupaya menjelaskan hakekat dan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang sangat diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang umumnya terjadi selama masa kanak-kanak dini. Teoritisi Psikodinamik percaya bahwa perkembangan merupakan suatu proses aktif dan dinamis yang sangat dipengaruhi oleh dorongan-dorongan atau impuls-impuls individual yang dibawa sejak lahir serta pengalaman-pengalaman social dan emosional mereka. Teori psikodinamik dalam psikologi perkembangan banyak dipengaruhi Sigmund Freud dan Erik Erikson.
Psikoseksual Freud
Sigmund Freud (1856-1939) merupakan pelopor teori psikodinamika. Teori yang dikemukakan Freud berfokus pada masalah alam bawah sadar, sebagai salah satu aspek kepribadian seseorang. Penekanan Freud pada alam bawah sadar berasal dari pelacakannya terhadap pengalaman-pengalam pribadi para pasiennya, dimana ditemukan bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi kehidupan pasien dimasa selanjutnya. Impresinya terhadap pentingnya periode awal kehidupan manusia, yang informasinya kemudian tertanam dalam alam bawah sadar, meyakinkannya bahwa informasi dalam alam bawah sadar itu sangat penting, karena dari situlah muncul berbagai gangguan emosi.
Frued yakin bahwa kepribadian manusia memiliki 3 struktur penting yaitu :
- Id merupakan struktur kepribadian yang asli, yang berisi segala sesuatu yang secara psikologis telah ada sejak lahir, termasuk insting-insting. Id merupakan gudang energi psikis dan menyediakan seluruh daya untuk menggerakan kedua struktur kepribadian lainnya.
- Ego adalah struktur kepribadian yang berurusan dengan tuntutan realitas. Ego disebut sebagai badan pelaksana kepribadian, karena ego membuat keputusan-keputusan rasional.
- Superego adalah struktur kepribadian yang merupakan badan moral kepribadian. Perhatian utamanya adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah, sehingga ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh masyarakat.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa id, ego, dan superego adalah suatu konsep yang dikembangkan Freud untuk menjelaskan komponen-komponen perkembangan biologis (id), psikologis (ego), dan social (superego). Ketiga komponen kepribadian ini berkembang melalui tahap-tahap perkembangan psikoseksual. Freud menggunakan istilah-istilah “seksual” untuk segala tindakan dan pikiran yang memberi kenikmatan atau kepuasan, dan istilah “psikoseksual” digunakan untuk menunjukkan bahwa proses perkembangan psikologis ditandai dengan adanya libido (energi seksual) yang dipusatkan pada daerah-daerah tubuh tertentu yang berbeda-beda. Freud yakin bahwa perkembangan manusia melewati 5 tahap perkembangan psikoseksual dan bahwa setiap tahap perkembangan tersebut individu mengalami kenikmatan pada satu bagian tubuh lebih daripada bagian tubuh lainnya.
TAHAP | USIA | CIRI-CIRI PERKEMBANGAN |
oral | 0-1 | Bayi merasakan kenikmatan pada daerah mulut. Mengunyah, menggigit dan menghisap adalah sumber utama kenikmatan. |
Anal | 1-3 | Kenikmatan terbesar anak terdapat disekitar daerah lubang anus. Rangsangan pada daerah lubang anus ini berkaitan erat dengan kegiatan buang air besar. |
Phallic | 3-6 | Kenikmatan berfokus pada alat kelamin, ketika anak menemukan bahwa manipulasi diri dapat memberi kenikmatan. Anak mulai menaruh perhatian pada perbedaan-perbedaan anatomic antara lak-laki dan perempuan, terhadap asal-usul bayi dan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seks. |
Latency | 6-12 | Anak menekan semua minat terhadap seks dan mengembangkan ketrampilan social dan intelektual. Kegiatan ini menyalurkan banyak energi anak kedalam bidang-bidang yang amn secara emosional dan menolong anak melupakan konflik pada tahap phalic yang sangat menekan. |
Genital | 12-dewasa | Dorongan-dorongan seks yang ada pada masa phallic kembali berkembang, setelah berada pada keadaan tenang selama masa latency. Kematangan fisiologis ketika anak memasuki masa remaja, mempengaruhi timbulnya daerah-daerah erogen pada alat kelamin sebagai sumber kenikmatan |
Teori Psikososial Erikson
Psikososial dalam kaitannya dengan perkembangan manusia berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai mati dibentuk oleh pengaruh-pengaruh social yang berinteraksi dengan individu yang menjadi matang secara fisik dan psikologis. Menurut teori psikososial Erikson, perkembangan manusia dibedakan berdasarkan kualitas ego dalam 8 tahap perkembangan. 4 tahap pertama terjadi pada masa bayi dan masa kanak-kanak, tahap ke 5 pada masa adolesen, dan 3 tahap terakhir pada masa dewasa dan usia tua.
8 tahap perkembangan psikososial Erikson :
1. Trust versus Mistrust
Pada tahap ini bayi mengalami konflik antara percaya dan tidak percaya. Rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik. Pada saat itu, hubungan bayi dengan ibu menjadi sangat penting. Kalu ibu memberi bayi makan, memeluk dan mengajaknya bicara, maka bayi akan memperoleh kesan bahwa lingkungannya dapat menerima kehadirannya secara hangat dan bersahabat. Ini yang menjadi landasan rasa percaya. Sebaliknya, jika ibu tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi, maka dalam diri bayi akan timbul rasa ketidakpercayaan terhadap lingkungannya.
2. Autonomy versus Shame and Doubt
Berlangsung pada akhir masa bayi dan masa mulai berjalan. Setelah memperoleh kepercayaan, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa mandiri atau otonomi mereka. Mereka menyadari kemauan mereka. Pada tahap ini bila orang tua selalu memberikan dorongan kepada anak agar dapat berdiri diatas kaki mereka sendiri, sambil melatih kemampuan mereka, maka anak akan mampu mengembangkan pengendalian atas otot, dorongan, lingkungan dan diri sendiri. Sebaliknya, jika orang tua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak untuk menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengalami rasa malu dan ragu-ragu.
3. Initiative versus Guilt
Berlangsung pada tahun-tahun pra sekolah. Anak terlihatsangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat dan suka menantang lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi dan permainan khayalan, dia memperoleh perasaan harga diri. Bila orangtua berusaha memahami, menjawab pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak akan belajar untuk mendekati apa yang diinginkan, dan perasaan inisiatif menjadi semakin kuat. Sebaliknya bila orangtua kurang memahami, kurang sabar, suka memberi hukuman dan menganggap bahwa pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak tidak bermanfaat, maka anak akan merasa bersalah dan menjadi enggan untuk mengambil inisiatif untuk mendekati apa yang diinginkannya.
4. Industry versus Inferiority
Berlangsung kira-kira pada saat sekolah dasar. Anak mulai memasuki dunia yang baru, yaitu sekolah dengan segala aturan dan tujuan. Anak mulai mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan ketrampilan intelektual. Alat-alat permainan dan kegiatan bermain berangsur-angsur digantikan oleh perhatian pada situasi produktif serta alat-alat yang dipakai untuk bekerja. Akan tetapi, bila anak tidak berhasil menguasai ketrampilan dan tugas-tugas yang dipilihnya atau yang diberikan oleh guru dan orangtuanya, maka anak akan mengembangkan perasaan rendah diri.
5. Identity versus Identity Confusion
Tahap yang berlangsung selama masa remaja. Pada tahap ini, anak dihadapkan dengan pencarian jati diri. Ia mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah individu unik yang siap memasuki suatu peran yang berarti di tengah masyarakat, baik peran yang bersifat menyesuaikan diri maupun yang bersifat memperbaharui. Tetapi, karena peralihan yang sulit dari masa kanak-kanak ke masa dewasa di satu pihak dank arena kepekaan terhadap perubahan social dan histories di pihak lain, maka anak akan mengalami krisis identitas. Bila krisis ini tidak segera diatasi, maka anak akan mengalami kebingungan peran atau kekacauan identitas, yang dapat menyebabkan anak merasa terisolasi, cemas, hampa dan bimbang.
6. Intimacy versus Isolation
Tahap ini berlangsung selama tahun-tahun awal masa dewasa. Tugas perkembangan individu pada masa ini adalah membentuk relasi intim dengan orang lain. Menurut Erikson, keintiman tersebut biasanya menuntut perkembangan seksual yang mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai. Bahaya dari tidak tercapainya keintiman selama tahap ini adalah isolasi, yakni kecenderungan menghindari hubungan secara intim dengan orang lain, kecuali dalam lingkup yang amat terbatas.
7. Generativity versus Stagnation
Tahap yang dialami individu selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk, ide, dsb) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Kepedulian seseorang terhadap pengembangan generasi muda inilah yang diistilahkan oleh Erikson dengan “generativitas”. Apabila generativitas ini lemah atau tidak diungkapkan, maka kepribadain akan mundur, mengalami pemiskinan dan stagnasi.
8. Integrity versus Despair
Tahap ini berlangsung selama akhir masa dewasa. Integritas terjadi ketika seseorang pada tahun-tahun terakhir kehidupannya menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri dengan keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya, merasaaman dan tentram, serta menikmati hidup sebagai yang berharga dan layak. Akan tetapi, bagi orang tua yang dihantui oleh perasaan bahwa hidupnya selama ini sama sekali tidak mempunyai makna ataupun memberikan kepuasan pada dirinya, maka ia akan merasa putus asa.
Perbedaan antara Freud dan Erikson
- Erikson menekankan perubahan perkembangan sepanjang siklus kehidupan manusia, sementara Freud berpendapat bahwa kepribadian dasar individu dibentuk pada 5 tahun pertama kehidupannya.
- Erikson lebih menekankan faktor ego, Freud lebih mementingkan id.
Persamaan :
Erikson menerima gagasan dasar Freud, yaitu struktur psikologis, unconscious dan conscious, dorongan-dorongan, tahap-tahap psikoseksual, continuum normal-abnormal, metodologi psikoanalitik.
Daftar Pustaka :
Santrock, John W. (2002). Life-Span Development.
Papalia, Diane E.,et.al. (2008). Human Development.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar